Powered By Blogger

Jumat, 16 September 2011

The Provision of Clean Water Network Infrastructure and Urban Fragmentation Based on Splintering Urbanism Theory in Semarang Journal Resume



Kajian yang kritis terhadap kehidupan perkotaan (urbanisme) yang dipenuhi oleh jaringan infrastruktur yang bekerja terus menerus pada networked city akan memberikan cara pandang yang dinamis terhadap perkembangan kontemporer, khususnya berkaitan dengan ruang-ruang tempat aktivitas manusia (Dupuy, 1991 dalam Graham dan Marvin, 2001). Hubungan antara berbagai ruang perkotaan dan semua jenis infrastruktur jaringan (transportasi, air bersih, energi, dan telekomunikasi) dapat dijelaskan secara cross-cutting, komprehensif, lintas disiplin ilmu, internasional (berlaku untuk semua jenis kota negara maju, berkembangdan post-komunis), serta berbagai level analisis spasial (dari level makro-mikro) dengan teori splintering urbanism (penyerpihan perkotaan).
Salah satu sektor yang dikaji dalm penelitian ini adalah sektor air bersih perkotaan. Di Indonesia kurang dari 40 % penduduk kota yang memilikiakses terhadap air minum PDAM, selain itu cakupan pelayanan air minum sistem perpipaan dalam 10 tahun terakhir ini tidak dapat mengimbangi pesatnya tingkat perkembangan penduduk serta SPAM non perpipaan selama 30 tahun terakhir berkembang lebih cepat dibanding SPAM perpipaan. Masalah yang dikemukakan dalam teori penyerpihan perkotaan berkaitan dengan disparitas ruang yang disebabkan adanya privatisasi dan liberalisasi infrastruktur jaringan. Disparitasi ini disebabkan adanya (kaum elit) dan kawasan tempat tinggalnya yang terlayani infrastruktur dengan baik dan sebaliknya.
Terdapat 4 tipe penyediaan air bersih di Kota Semarang digolongkan dalam 2 jenis, yaitu berbasis perpipaan dengan sistem pembayaran melalui jumlah air yang dikonsumsi baik oleh PDAM maupun kolektif/komunal (pengusahaan air bersih perorangan  dan berbasis non perpiaan , seperti sumur pribadi dan pembeli air eceran. Penyediaan jaringan air bersih ini terbagi dua : makro oleh PDAM dan mikro yang terlepas dari jaringan makro. Dari hasil beberapa studitingkat kepuasan masyarakat menunjukkan tettang layanan PDAM yang buruk dikarenakan berbagai masalah pasokan aliran serta kualitas air. Saat ini 58,7%  penduduk yang terlayani oleh PDAM. Pada dasarnya proses unblunding secara ekstrim tidak terjadi melainkan hanya terdisintegrasi melalui berbagai penyediaan,  khususnya munculnya jaringan mikro sebagai solusi penyediaan kebutuhan air bersih, disparitas ruang pemukiman tidak terjadi karena di beberapa kasus pemukiman pada masyarakat berpenghasilan rendah justru terlayani dengan baik. Bundling , tidak pernah terjadi karena jangkauan monopoli yang disediakan oleh PDAM pada masa lampaupu tidak melayani seluruh wilayah kota. Premium networks space tidak selalu diasosiasikan pada ruang premium (perumahan elit) yang terpasok kebutuhan air secara prima dan baik.
Sumber :
Chusaini, Hajar Ahmad. 2010. “The Provision of Clean Water Network Infrastructure and Urban Fragmentation Based on Splintering Urbanism Theory in Semarang”. Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota, Vol 6, Desember 2010, hal 67-75.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar