Powered By Blogger

Minggu, 02 Oktober 2011

Teori Alfred Weber dan Losch


TEORI ALFRED WEBER DAN AUGUST LOSCH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Analisis Lokasi dan Pola Ruang
(TKP 201)












Disusun oleh :
Kelas A


Listia Rini                             21040110141029






JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2011



A.      Teori lokasi industri menurut Alfred Weber
Alfred Weber adalah seorang ahli ekonomi Jerman , yang menulis buku berjudul Uber den Standort der Industrien pada tahun 1909. Dalam bukunya tersebut,  Weber mendasarkan teori pemilihan lokasi industri didasarkan atas prinsip minimisasi biaya. Weber menyatakan lokasi setiap industri tergantung pada total biaya transportasi dan tenaga kerja dimana penjumlahan keduanya harus minimum. Berdasarkan asumsi tersebut, ada tiga faktor yang mempengaruhi lokasi industri, yaitu :
1.       Biaya transportasi
2.       Upah tenaga kerja
3.       Dampak aglomerasi dan deglomerasi
Biaya transportasi yang tergantung dari bobot barang yang dipindahkan serta jarak antara asal sumberdaya dan pabrik. Biaya transportasi menurut Weber tergantung dari dua hal pokok yaitu bobot barang dan jarak yang harus ditempuh untuk mengangkutnya. Biaya transportasi merupakan faktor pertama dalam menentukan lokasi. Biaya transportasi bertambah secara proporsional dengan jarak.
Upah atau gaji bersifat mutlak harus ada dalam industri yakni untuk membayar para tenaga kerja. Upah Buruh disamping ada upah baku, ada upah sebagai produk dari persaingan antar penduduk.
Aglomerasi adalah pengelompokkan beberapa perusahaan dalam suatu daerah atau wilayah sehingga membentuk daerah khusus industri. Deglomerasi adalah suatu kecenderungan perusahaan untuk memilih lokasi usaha yang terpisah dari kelompok lokasi perusahaan lain.
Weber menyusun model yang dikenal dengan sebutan segitiga lokasional (locational triangle). Menurut Weber, untuk menentukan lokasi industri ada tiga faktor penentu yaitu : material, konsumsi dan tenaga kerja.
B.     Teori Lokasi menurut August Losch
Teori ini dipublikasikan pertama kali dalam buku yang berjudul Economic Location pada tahun 1954. Losch berpendapat ada 2 prinsip sebagai batasan bagi pengambilan keputusan memilih suatu lokasi industri, yaitu :
a.       Rasio antara berat bahan baku dengan produk akhir, baik ongkos pengangkutan maupun ongkos produksi. Tempat yang memberikan ongkos paling kecil merupakan lokasi yang dipilih sebagai lokasi industri.
b.       Besar kecilnya penjualan hasil perusahaan di suatu tempat tergantung pada jumlah pembeli dan kemampuan ekonominya. Jumlah penduduk dan tingkat pendapatan setiap daerah merupakan penentu untuk memilih lokasi industri. Prinsip-prinsip inilah yang menyebabkan industri cenderung beraglomerasi).
Perdagangan baru terjadi bila terdapat kelebihan produksi. Untuk mencapai keseimbangan, ekonomi ruang Losch harus memenuhi beberapa syarat sebagai berikut :
1.       Setiap lokasi industri harus menjamin keuntungan maksimum bagi penjual maupun pembeli.
2.       Terdapat cukup banyak usaha pertanian dengan penyebaran cukup merata sehingga seluruh permintaan yang ada dapat dilayani.
3.       Terdapat free entry dan tak ada petani yang memperoleh super-normal propfit sehingga tak ada rangsangan bagi petani dari luar untuk masuk dan menjual barang yang sama di daerah tersebut.
4.       Daerah penawaran adalah sedemikian hingga memungkinkan petani yang ada untuk mencapai besar optimum, dan
5.       Konsumen bersikap indifferent terhadap penjual manapun dan satu-satunya pertimbangan untuk membeli adalah harga yang rendah.
Pada teori Losch, wilayah pasar bisa berubah ketika terjadi inflasi (perubahan) harga. Hal ini disebabkan karena produsen tidak mampu memenuhi permintaan  karena jaraknya jauh akan mengakibatkan biaya transportasi naik sehingga harga jualnya juga naik. Karena tingginya harga jual maka pembelian makin berkurang. Hal ini mendorong petani lain melakukan proses produksi yang sama untuk melayani permintaan yang belum terpenuhi. Dengan makin banyaknya petani yang menawarkan produk yang sama, maka akan terjadi dua keadaan :
1. Seluruh daerah akan terlayani,
2. Persaingan antar petani penjual akan semakin tajam dan saling berebut pembeli.
Losch berpendapat bahwa akhirnya luas daerah pasar masing-masing petani penjual akan mengecil dan dalam keseimbangannya akan terbentuk segienam beraturan. Bentuk ini dipilih karena menggambarkan daerah penjualan terbesar yang masih dapat dikuasai setiap penjual dan berjarak minimum dari tempat lokasi kegiatan produksi yang bersangkutan. Keseimbangan yang dicapai dalam teori Losch berasumsi bahwa harga hanya dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran. Oleh karenanya keseimbangan akan terganggu bila salah seorang penjual menaikkan harga jualnya. Keputusan ini mengakibatkan tidak hanya pasar menyempit karena konsumen tak mampu membeli tapi sebagian pasar akan hilang dan direbut oleh penjual yang berdekatan. Untuk memperluas jangkauan pasar dapat dilakukan dengan menjual barang yang berbeda jenis dari yang sudah ditawarkan.

Sumber :


http://wapedia.mobi.” Alfred Weber & August Losch Theory” dalam Analisis Lokasi Industri. Diunduh, 26 September 2011.

http://geografientrepreneur.yolasite.com. “Analisis Lokasi Indutri” dalam Analisis Lokasi dan Pola Ruang. Diunduh, 26 September 2011.


Zona Lahan dan Struktur Ruang


ZONA LAHAN DAN STRUKTUR RUANG KOTA

Ruang kota merupakan tempat intensif antara kegiatan ekonomi dan sosial, sehingga transaksi akan terjadi maksimal bila dilakukan di kota. Secara internal, lokasi sangat menentukan keberadaan kegiatan dan interaksinya yaitu bagaimana pola kegiatan dan memilih lokasinya di dalam kota dan bagaimana hasil pemilihan lokasi menentukan struktur ruang kota.
Model-model struktur perkotaan antara lain :
1.      Model Pemusatan Burgess
Menurut Burgess dalam Hadi Sabari Yunus (2004:5), teori memusat atau konsentris yang menyatakan bahwa daerah perkotaan dapat dibagi dalam enam zona.
2.      Zona pusat daerah kegiatan (Central Business District), merupakan pusat pertokoan besar, gedung perkantoran yang bertingkat, bank, museum, hotel restoran dan sebagainya.
3.      Zona peralihan, merupakan daerah kegiatan yang tidak stabil.
4.      Zona permukiman kelas proletar, perumahannya sedikit lebih baik karena dihuni oleh para pekerja yang berpenghasilan kecil atau buruh dan karyawan kelas bawah.
5.      Zona permukiman kelas menengah (residential zone), merupakan kompleks perumahan para karyawan kelas menengah yang memiliki keahlian tertentu.
6.      Wilayah tempat tinggal masyarakat berpenghasilan tinggi.
7.      Zona penglaju (commuters), merupakan daerah yang yang memasuki daerah belakang (hinterland) atau merupakan batas desa-kota.

Menurut Von Thunen guna lahan kota dipengaruhi oleh biaya produksi, biaya transportasi dan daya tahan hasil komoditi. Sehingga berpengaruh terhadap munculnya pasar lahan yang kompetitif. Pada model Von Thunen hubungan antara transportasi dan lokasi aktivitas terletak pada biaya transportasi dan biaya sewa lahan. Guna lahan akan menentukan nilai lahan, melalui kompetisi antara pemakai lahan. Karenanya nilai lahan akan mendistribusikan guna lahan menurut kemampuan untuk membayar sewa lahan, sehingga akan menimbulkan pasar lahan yang kompetitif. Faktor lain yang menentukan tinggi rendahnya nilai lahan adalah jarak terhadap pusat kota. Melalui adanya nilai lahan maka terbentuk zona-zona pemakaian lahan seperti lahan untuk kegiatan industri, kegiatan komersil, kegiatan industri, serta lahan untuk kegiatan pemerintahan. Selain memiliki pengaruh terhadap zona lahan, teori Von Thunen juga berpengaruh terhadap struktur keruangan kota. Perkembangan kota yang didasarkan terhadap penggunaan lahan kota memunculkan elemen-elemen baru dalam struktur keruangan kota. Salah satu contohnya adalah struktur kota di Indonesia, terdapat elemen-elemen baru dari struktur keruangan yang muncul seperti zona pelabuhan, kawasan pemerintahan, kawasan perdagangan dan lain sebagainya. Munculnya elemen-elemen baru tersebut terjadi tidak lepas dari pengaruh sejarah kota atau negara tersebut.
Aglomerasi sebagai bentuk implikasi Teori Von Thunen pada struktur ruang kota yaitu penggunaan tanah di perkotaan tidak lagi berbentuk cincin tetapi tetap terlihat adanya kecenderungan pengelompokan untuk penggunaan yang sama berupa kantong-kantong, di samping adanya penggunaan berupa campuran-campuran antara berbagai kegiatan.
Jadi, melalui adanya perbedaan antara zona lahan dan struktur ruang kota mengindikasikan bahwa kegiatan tertentu hanya mampu membayar pada tingkat tertentu, harga tersebut pada dasarnya adalah sewa terhadap aksesibilitas atau jaringan transportasi yang dipengaruhi oleh letak lokasinya terhadap pusat kota. Selain faktor tersebut gaya hidup dan perilaku juga mempengaruhi tingkat harga tersebut.